Skip to main content

Fisika Kuantum: Dunia sungguh hanya ilusi!

Aku sering mendengar para pemuka agama mengatakan "janganlah dirimu tergila-gila pada kehidupan dunia yang sementara".

Sebelumnya aku sama seperti orang kebanyakan, memiliki keinginan terhadap banyak hal untuk diwujudkan, terutama yang sifatnya materi. Ingin beli handphone baru, mau ganti laptop dsb. Tapi setelah satu titik dalam hidupku, titik ketika aku memahami darimana alam semesta ini berasal, sejak itu aku tidak pernah lagi melihat dunia dengan cara yang sama.
Untuk bisa memahami apa yang aku rasakan, aku memulai dengan sedikit teori tentang fisika kuantum. Jika kita mengambil sebuah apel, kemudian membelahnya, kita akan menemukan bagian dalam apel tersebut, tapi jika kita belah lagi, kita akan mendapatkan bijinya, dan jika biji tersebut terus dibelah, kita akan menemukan bahwa ternyata biji tersebut kosong, hampa, tidak berisi apa-apa. Dan itulah yang terjadi pada pohon, langit, bumi, tubuh manusia dan segala materi yang ada di alam semesta.

Benda padat merupakan kumpulan dari molekul. Sementara molekul itu berasal dari semua atom dan partikelnya. Dan partikel subatom yang sangat kecil itu berasal dari suatu energi alam vibrasi quanta-sebuah energi "halus" yang tidak dapat terlihat.
Singkatnya, segala hal di dunia ini, mobil, rumah, uang, dan materi lainnya hanyalah sebuah energi quanta, dan itulah kenyataannya! Getaran energi quanta bergerak sedemikian cepatnya sehingga "terlihat" dan "terasa" padat oleh indra kita. Sama seperti permainan sulap yang terlihat nyata karena permainan kecepatan tangan yang luar biasa. Jadi apa yang terlihat oleh mata kita dan terasa oleh indra peraba hanyalah sebuah permainan kecepatan energi quanta. Dengan kata lain semua hal dalam dunia ini (bahkan alam semesta ini) yang kita lihat dan alami hanyalah sebuah ilusi. Ketika kita membeli mobil mewah (dan kita merasa senang) itu adalah ilusi, karena yang terjadi sebenarnya hanyalah energi quanta kita dan mobil yang saling bertemu, kosong.. hampa... tidak ada kenikmatan disitu, tapi itulah kenyataannya!
Dan sejak itulah setiap kali aku melihat segala hal di sekelilingku dan membayangkan hal-hal yang selalu aku inginkan, yang kulihat dan kubayangkan bukanlah wujud benda tersebut melainkan energi hampa, dan itu sungguh membuatku tidak lagi mengejar hal-hal duniawi (walaupun aku tetap butuh uang buat makan hehehe, tapi aku sudah tidak tergila-gila lagi).
Sebelum aku menutup tulisan ini dan tidur, aku ingin menyampaikan dua kutipan, masing-masing perwakilan dari Tuhan dan Sains:

"Semua kenyataan yang terlihat sesungguhnya hanyalah ilusi, sebuah tipuan mata yang sangat kuat dan sulit dihapuskan" (Albert Einstein)

dan Tuhan menyambut baik dengan (selalu) mengatakan:

"Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui" (QS. Al-Ankabut:64)

Bagi yang skeptis dengan akhirat, mungkin manusia tidak akan pernah bisa membuktikan bahwa akhirat itu sungguh nyata. Tapi hey! at least sekarang sudah tahu kan kalau dunia itu semu.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Confidence Level dan Significance Level dalam Statistik

"Kenapa harus 95% confidence level?" tanya Anton, mahasiswa yang duduknya selalu di baris paling belakang sayap kiri. Sebuah pertanyaan yang bahkan ahli statistik pun memilih untuk mengatakan itu sebagai nilai moderate biar tidak memusingkan mahasiswa. Pak Zaki hanya manggut menunggu usaha tim presenter untuk menjawab pertanyaan klasik tersebut. Pandu yang paling vokal diantara anggota lainnya mulai membuka suara. Aku memperhatikan sesaat jawabannya. Tidak paham. -- Brain Games sebuah acara menarik di channel National Geographic menghibur diriku sore itu. Seorang pesulap mendekati pria secara acak untuk diajak bermain. "Kau tau berapa panjang sungai Amazon?" tanya si pesulap. Pria tersebut dengan segera menggelengkan kepala. Tampak soalnya terlalu susah. "Baiklah, biar aku permudah. Sebut saja sebuah interval angka antara berapa dan berapa kilometer panjangnya" kembali si pesulap menantangnya. 1 detik... 2 detik... 3 de...

Bagaimana Menentukan Ho dan H1?

Aku pernah berdiskusi dengan temanku Fe tentang penentuan hipotesis dalam statistik. waktu itu lagi bahas hm.. regresi linear kalo gak salah.. setelah lama ngobrol sambil aku bolak- balik catatannya dia yang super rapi itu, sampailah aku pada pertanyaan "terus yang membedakan H0 dan H1 apa dong?" sambil aku menatap bego, terus dia jawab "ya.. kalo H1 itu kan hipotesis yang (berbau) positif, dan H0 itu yang negatif" namun ada keraguan dalam nada suaranya. Karena pingin buktiin kata si Fe, akhirnya aku search2 lagi (padahal udah ngambil kelas statistik industri tapi belom paham2 juga hehehe). Karena aku gak terlalu suka buku statistik yang terlalu matematik (a.k.a gak paham), akhirnya aku cari yang isinya lebih banyak ceritanya daripada rumus, ketemulah buku "Intermediate Statistics for DUMMIES". Batinku "gue bgt nih judulnya". Eh benar, penjelasannya amazing! bukunya penuh joke jadi bacanya asyik bgt. secara singkat H0 adalah hipotesis/ asums...

Expect LESS.

Aku sudah sering banget dengar kata-kata diatas "Give more, expect less" , yang kurang lebih artinya "sedikit berharap banyak memberi". tapi suatu kisah tentang Nabi Muhammad SAW, membuat kata-kata itu menjadi lebih bermakna lagi buat aku. Beliau memberi contoh bahwa kita dituntut untuk memberi lebih banyak, atau memberi dengan pemberian yang lebih baik dengan contoh yang sederhana; menjawab salam. Ceritanya singkat aja. Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa’alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa’alaika". perhatikan deh. Orang pertama: Keselamatan at...