![]() |
greeting the sun |
Seperti sore-sore sebelumnya, Planto yang berusia 9 tahun lebih memilih untuk berjalan mengamati kebun pekarangan kakek Anim daripada bermain dengan teman-teman lelaki sebayanya. Sesekali ia mengusap kelopak bunga mawar lalu menciuminya.
"kau suka sekali dengan bunga mawar itu?" tanya kakek Anim yang baru saja akan menyirami tanaman-tanaman di pekarangan rumahnya. "Mari Planto bantu kek" dengan perasaan senang ia ikut mengambil ember lain dan mengisinya setengah penuh. Mereka mulai melangkah dari satu tanaman ke tanaman lain menyiraminya dengan jatah air yang sama. "Kenapa tumbuhan butuh air ya Kek?" tanyanya penasaran. "pertanyaan bagus, akan Kakek beritau setelah kita selesai menyiram".
Duduk diatas kursi bambu panjang, kakek Anim memulai percakapan "kakek mau tanya sama kamu, kenapa kamu makan?". Seketika Planto mengernyitkan dahinya, itu pertanyaan terlalu mudah. "karena Planto bisa hidup terus kalo makan". Kakek Anim hanya tertawa kecil mendengar jawaban Planto yang begitu polos dan apa adanya.
"Alasan yang sama kenapa tumbuhan perlu air, karena itulah makanan mereka". Jawab sang kakek sambil memandangi Planto berharap anak ini paham apa yang ia maksud. "tapi makanan Planto kan banyak kek, Planto makan nasi, makan ikan, daging juga, terus sayur. Tumbuhan hanya makan air ya, air kan hanya untuk menghilangkan haus, memangnya tumbuhan gak lapar kek?" Kali ini sang kakek tidak tahan untuk tidak tertawa lebih lebar.
Sesaat kakek Anim mulai mengingat-ingat kuliah evolusi tumbuhan yang ia pelajari 30 tahun silam.
"Apa sumber kehidupan?" tanya Pak Suman, seorang profesor biologi UGM yang juga merupakan dosen favorit banyak mahasiswa biologi saat itu termasuk Anim . Sudah menjadi ciri khas beliau memulai kelas dengan pertanyaan yang filosofis.
"Oksigen, Pak" sebuah suara memecah keheningan kelas membuat seisi kelas menoleh ke arah datangnya suara itu lalu sesaat kembali memandang Pak Suman untuk mencari keputusan. "hm, jawaban yang lain?" tidak membenarkan dan tidak pula menyalahkan jawaban sebelumnya. "Matahari" suara lain muncul dari teman sebangku Anim, Paku, "oksigen diproduksi oleh tumbuhan, berarti oksigen itu sendiri bukan sumber, sedangkan matahari, siapa yang memproduksi matahari? dan sudah pasti tidak ada kehidupan tanpanya" ia begitu yakin dengan jawabannya. "Masih kurang tepat" jawab Pak Suman sambil berharap ada mahasiswa lain yang membenarkan. "Maksud bapak? kalo kurang tepat mungkin bapak bisa menjelaskan" tegas Paku menginginkan penjelasan. "Planet lain seperti Merkurius dan Venus juga mendapatkan sinar matahari, tapi apa kamu bisa menjelaskan kenapa mereka tetap menjadi planet mati?" serangan balik dari Pak Suman seketika membuat Anim mendapat pencerahan, dengan segera ia menjawab "air, sumber kehidupan adalah air". "Tepat, itu dia!" Pak Suman menuju papan tulis dan kuliah hari itu dimulai.
Air yang susunan kimianya terdiri dari 2 hidrogen dan 1 oksigen atau dikenal dengan H20 merupakan ciri khas planet bumi yang tidak ditemukan planet manapun di alam semesta. Namun 2 miliar tahun yang lalu, jauh sebelum bumi yang kita kenal sekarang, ia tak ubahnya seperti tetangganya yang merupakan planet tandus dan diisi oleh limpahan gas beracun seperti metana dan sulfur dioksida yang keluar dari permukaannya. Sinar matahari menembus bumi tanpa mengalami filterisasi membuat sinar UVnya 100 kali lipat lebih besar daripada setelah lapisan ozon tercipta, membuat siapapun yang berada di atas permukaan bumi saat itu pasti akan mati terbakar.
Semua makhluk hidup akan mati kecuali mereka yang hidup di bawah permukaan air, namun tidak terlalu jauh di dalam samudra, meminta perlindungan air untuk sekedar terhindar dari sinar UV matahari yang kejam dan tak kenal ampun. Ia lah tumbuhan. Saat itu dirinya masih merupakan mikroorganisme, sebuah sel tunggal yang sepertiga hidupnya bergantung pada air, sepertiga lain pada karbon dioksida dan sepertiga sisanya pada sinar matahari dengan UV yang terfilterisasi.
Saat masih menjadi mikroorganisme, ia hanya mampu mengambil satu spektrum dari 7 warna spektrum cahaya matahari. Saat itu, pertama kali yang menarik minatnya adalah ungu. Salah satu cara untuk memahami betapa lucunya pilihan ungu ini adalah, jika mikroorganisme ungu ini adalah yang bertahan maka bayangkan planet bumi akan terlihat ungu dari luar angkasa. Dan tidak akan pernah ada ungkapan planet hijau, tetapi planet ungu.
Lalu terdapat mikroorganisme lainnya yang tidak ingin memilih warna yang sama dengan pesaingnya, dan ia pun menjatuhkan pilihan pada spektrum warna hijau. Si hijau ini lalu mengalahkan si ungu dengan cepat dalam hal jumlah dan dengan seketika menjadi penguasa di jagat mikroorganisme.
--to be continued.
Comments
Post a Comment