Skip to main content

Rasanya Nge-kos Pertama Kali di Kerpen, Cologne.

Tiba di Kerpen, sebuah kabupaten di provinsi Cologne (Köln) yang orang Cologne sendiri jika mendengar kata Kerpen akan bilang "wheew, that's in the middle of nowhere". Kalau di Jogja mungkin seperti Gunung Kidul.

I had Picasso painting in my room for free. Surely not the original one.
Sepi, jauh dari pusat kota.

Dengan harga 240 euro perbulan dan luas 6x4 meter, aku sudah sangat mensyukuri kos (flat) baruku di Kerpen, kedekatan dengan pusat kota sama sekali bukan pertimbangan, mengingat sistem transportasi di Cologne sangat memadai dan aman. Sejauh apapun aku tidak peduli, yang terpenting untukku adalah bersih, harga terjangkau dan aman.

Aku tidak sendiri, di flat ada dua orang Turki lainnya yang akan tinggal bersamaku. Kami hanya sharing kamar mandi dan dapur. Senang sekali berteman dengan mereka. Orang Turki sangat ramah dan bersahabat. Setiap malam kita berkumpul dan masak bersama, dan tentunya saling menukar hasil masakan untuk dicicipi, tertawa dan mengobrol banyak hal mulai dari budaya orang Jerman yang menyebalkan sampai perekonomian negara masing-masing.

To-do-list ku menunggu untuk dikerjakan. Banyak hal yang harus dilakukan terkait ijin tinggalku disini, segala hal yang berhubungan dengan keimigrasian dan pembukaan akun bank.

I simply love the minimized kitchen and living room
Tidak ada yang menyusahkan dalam mengurus semua itu kecuali satu, petugas pemerintahan kebanyakan adalah gen X, dan karenanya tidak lancar berbahasa Inggris. Sementara kemampuan bahasa Jermanku pun masih dibawah level basic alias tidak bisa.

Segala puji bagi Allah yang menciptakan bahasa universal bernama "gesture". Jadilah dalam banyak hal aku mengandalkan gesture, dan mereka mengandalkan kamus bahasa Inggris dalam berbicara denganku, walaupun sesekali mereka mengatakan "Ma'am please slowly, I don't understand".

Whatever, yang penting urusan ini selesai.


Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Confidence Level dan Significance Level dalam Statistik

"Kenapa harus 95% confidence level?" tanya Anton, mahasiswa yang duduknya selalu di baris paling belakang sayap kiri. Sebuah pertanyaan yang bahkan ahli statistik pun memilih untuk mengatakan itu sebagai nilai moderate biar tidak memusingkan mahasiswa. Pak Zaki hanya manggut menunggu usaha tim presenter untuk menjawab pertanyaan klasik tersebut. Pandu yang paling vokal diantara anggota lainnya mulai membuka suara. Aku memperhatikan sesaat jawabannya. Tidak paham. -- Brain Games sebuah acara menarik di channel National Geographic menghibur diriku sore itu. Seorang pesulap mendekati pria secara acak untuk diajak bermain. "Kau tau berapa panjang sungai Amazon?" tanya si pesulap. Pria tersebut dengan segera menggelengkan kepala. Tampak soalnya terlalu susah. "Baiklah, biar aku permudah. Sebut saja sebuah interval angka antara berapa dan berapa kilometer panjangnya" kembali si pesulap menantangnya. 1 detik... 2 detik... 3 de...

Bagaimana Menentukan Ho dan H1?

Aku pernah berdiskusi dengan temanku Fe tentang penentuan hipotesis dalam statistik. waktu itu lagi bahas hm.. regresi linear kalo gak salah.. setelah lama ngobrol sambil aku bolak- balik catatannya dia yang super rapi itu, sampailah aku pada pertanyaan "terus yang membedakan H0 dan H1 apa dong?" sambil aku menatap bego, terus dia jawab "ya.. kalo H1 itu kan hipotesis yang (berbau) positif, dan H0 itu yang negatif" namun ada keraguan dalam nada suaranya. Karena pingin buktiin kata si Fe, akhirnya aku search2 lagi (padahal udah ngambil kelas statistik industri tapi belom paham2 juga hehehe). Karena aku gak terlalu suka buku statistik yang terlalu matematik (a.k.a gak paham), akhirnya aku cari yang isinya lebih banyak ceritanya daripada rumus, ketemulah buku "Intermediate Statistics for DUMMIES". Batinku "gue bgt nih judulnya". Eh benar, penjelasannya amazing! bukunya penuh joke jadi bacanya asyik bgt. secara singkat H0 adalah hipotesis/ asums...

Expect LESS.

Aku sudah sering banget dengar kata-kata diatas "Give more, expect less" , yang kurang lebih artinya "sedikit berharap banyak memberi". tapi suatu kisah tentang Nabi Muhammad SAW, membuat kata-kata itu menjadi lebih bermakna lagi buat aku. Beliau memberi contoh bahwa kita dituntut untuk memberi lebih banyak, atau memberi dengan pemberian yang lebih baik dengan contoh yang sederhana; menjawab salam. Ceritanya singkat aja. Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa’alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa’alaika". perhatikan deh. Orang pertama: Keselamatan at...