Kamu pernah begitu bosan dengan pekerjaanmu?
Sama. Jangan berfikir untuk mengundurkan diri dulu. Mungkin kamu hanya perlu variasi.
Tawaran dari teman-teman mahasiswa di Cina untuk mengajar secara sukarela di sekolah aku sambut dengan semangat. Kebetulan itu akhir pekan dan aku diminta untuk mengisi kelas extra dengan mengajar bahasa Inggris. Sebenarnya aku sedikit kurang percaya diri. Pertama, karena aku bukan penutur asli bahasa Inggris. kedua, karena aku tidak pernah mengajar anak-anak SD atau SMP 
Tapi setiap kali aku akan membatalkan sesuatu, aku selalu bertanya “hal apa yang akan aku lewati kalau aku tidak mengambil kesempatan ini?” Bagaimana kalau ada sesuatu yang begitu menginspirasi disana nanti?
Aku kembali membuka materi TESOL (Teaching English as a Second Language) karena dulu aku sempat mengambil sertifikasinya. Menyenangkan mempelajari lagi sesuatu yang lain di luar pekerjaan. Ini seperti cheating day saat kamu diet, sensasinya menyenangkan bukan?
Siswa-siswi Cina sungguh di luar ekspektasiku. Mereka begitu enerjik, bersemangat, ramah, dan sangat amat menyenangkan. Sejujurnya aku tidak benar-benar mengajarkan grammar bahasa Inggris, lebih tepatnya aku hanya mengajak mereka untuk mau berbicara bahasa Inggris. Namun yang membuat aku terkesan justru bukan kemampuan bahasa Inggris mereka, tetapi rasa percaya diri mereka untuk berbicara dan menunjukkan kemampuan.
“Do you have hobbies?” tanyaku ke seluruh kelas. Dan seperti pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, hampir seluruh siswa disitu mengacungkan tangan berebut ingin menjawab.
“I like dancing” kata satu siswa di depan dengan wajah yang ceria.
“what if you come forward and do the dance?” bujukku.
Sambil malu-malu menolak dan diam-diam meminta dukungan temannya, aku tahu dia ingin maju, dia hanya pura-pura malu.
Sungguh mudah mengajar di sekolah Cina, mereka semua percaya diri! Gadis kecil itu mulai menari sambil bernyanyi. Selanjutnya yang membuat aku takjub adalah seisi kelas tiba-tiba ikut menyanyikan lagu yang sama, tanpa ada yang suruh, mereka begitu kompak, hal ini tentunya membuat gadis kecil tadi menari dengan lebih bersemangat lagi.
walnya aku pikir mungkin ini hanya kebetulan. Lalu giliran siswa kedua maju dan ingin menunjukkan kemampuan kungfunya. Iya, kungfu di depan kelas! Dia mengeluarkan hantaman dan tendangan sambil meneriakkan “ciat!”. Dan lagi, setelah beberapa detik seisi kelas ikut kompak bersuara “ciat.. ciat.. ciat” mengikuti gerakan kungfu siswa di depan. Semua, kompak!
Satu lagi yang menarik. Aku mulai membuka topik soal nilai- nilai moral yang diciptakan oleh Kong Hu Cu, seorang pendiri paham konfusiunisme. Agama tidak diajarkan di sekolah Cina, dan karenanya orang Cina tidak mengenal agama, sehingga nilai-nilai Kong Hu Cu ini menjadi acuan mereka untuk menentukan apa yang benar atau salah.
“Can anyone tell me about Confucius?” tanyaku.
Satu siswa mengacungkan tangan dan mulai mengucapkan kalimat dalam bahasa Cina yang aku tidak paham. Dan seperti sebelumnya, hanya perlu beberapa detik untuk siswa lain ikut mengucapkan kalimat sisanya bersama-sama.
Belakangan aku baru paham, bahwa semenjak di bangku sekolah, anak-anak Cina harus menghafal dan mengucapkan keras- keras (recite) setiap nilai yang tercantum di dalam kitab Confucius. Seperti halnya ketika anak-anak di TPA mengaji atau menghafalkan ayat Al-Quran.
Comments
Post a Comment