Jika ada satu tempat di dunia ini yang membuat aku merasa kembali melewati lorong waktu ke masa lalu karena atmosfir kotanya yang old-fashioned, itu adalah Roma.
"Kita ketemu di stasiun pusat Roma ya". Chat terakhir di iMessage selagi aku masih mengemasi beberapa lembar pakaian ke dalam tas ranselku.
Si kakak lah yang merencanakan ini dari awal, membuat itinerary perjalanan hingga memesan hostel untuk menginap 2 hari di Roma.
Kakakku berangkat dari London, dimana dia sekarang sedang meanjutkan studi master atas beasiswa kantornya. Sementara aku akan berangkat dari Cologne dan mampir sebentar di Belgia.
---
Seperti ini rupanya Belgia, tidak ada aku melihat perbedaan signifikan dengan Cologne, mungkin karena secara geografis juga masih berdekatan, hanya saja satu yang menyenangkan, bau coklat yang menyengat sewaktu aku melewati barisan coffee shop, nikmat sekali.
Tujuanku selanjutnya adalah Bandara Internasional Belgia, untuk mengejar pesawat ke Roma.
Bingung...
Kebingungan yang sudah sangat sering aku alami sejak tiba di Eropa pertama kali.
Tidak ada yang memberi arahan.
Semua sendiri.
And again, hardly found a Belgian speak English.
Tapi seperti biasa, sebingung apapun aku, sebegitu kehilangan arahnya pun aku, jauh di dalam hati entah kenapa, aku selalu yakin, aku pasti sampai di sana, di tujuanku.
Hanya soal waktu.
---
Tiba di bandara. Pesawat ke Roma masih 2 jam lagi. Masih lama pikirku.
Aku pun menaiki tangga mengikuti sebuah tanda menuju ke suatu ruangan.
Ini menyenangkan, seperti apa ya bentuknya hmm..
Begitu tiba di lantai tersebut, tiga ruangan berjejer, ruangan- ruangan yang hening.
Aku membaca baik-baik label di depan pintu.
Label 1: Christian/ Catholic Room
Label 2: Jewish Synagogue
Label 3: Musllim Prayer Room
ahhh, tidak ada bedanya dengan musholla di Indonesia, baiklah.
---
Duduk di window seat membuatku bahagia. Dari atas melihat lanskap kota Roma sesaat akan mendarat, warna kuning tua mendominasi bangunan-bangunan di bawahku.
Indah...
Mataku melihat sebuah pemandangan dengan genre kuno,
Rasanya seperti mendengar musik dengan genre klasik.
Sebuah pemandangan high class.
---
Tepat saat aku tiba di terminal dan menyalakan kembali telepon selulerku, sebuah pesan masuk, dari kakak.
"Aku tunggu di stasiun pusat ya, aku sudah disini".
Berjalan dengan kereta khusus dari bandara Aeroporto Leonardo Da Vinci ke stasiun pusat tepat saat matahari akan tenggelam. Sepanjang jalan atmosfir kuno kota Roma semakin terasa, tidak aku alihkan pandanganku dari jendela sedikit pun.
Kadang bisikan dari dalam hati keluar.
I'm in Rome, a city that is mentioned in world history subject in every school.
Unbelievably alhamdulillah.
"Hey Pia!" Teriak suara yang familiar dari arah yang aku tidak bisa tebak.
Sebuah senyum simpul dan tanda akan memberikan pelukan.
Bertemu dengan orang yang aku sangat kenal di tempat yang sangat asing, ternyata rasanya sangat aneh, walaupun semua terencana.
"Pesing bgt ini stasiun" keluhku. Roma menurunkan nilai kepuasanku terhadap benua Eropa.
"Kalau bukan karena Colosseum, aku juga gak akan kesini. Udah ayo kita makan, aku lapar".
Tidak bisa lebih setuju lagi dengan kakak.
"Kita ketemu di stasiun pusat Roma ya". Chat terakhir di iMessage selagi aku masih mengemasi beberapa lembar pakaian ke dalam tas ranselku.
Si kakak lah yang merencanakan ini dari awal, membuat itinerary perjalanan hingga memesan hostel untuk menginap 2 hari di Roma.
Kakakku berangkat dari London, dimana dia sekarang sedang meanjutkan studi master atas beasiswa kantornya. Sementara aku akan berangkat dari Cologne dan mampir sebentar di Belgia.
---
Seperti ini rupanya Belgia, tidak ada aku melihat perbedaan signifikan dengan Cologne, mungkin karena secara geografis juga masih berdekatan, hanya saja satu yang menyenangkan, bau coklat yang menyengat sewaktu aku melewati barisan coffee shop, nikmat sekali.
Tujuanku selanjutnya adalah Bandara Internasional Belgia, untuk mengejar pesawat ke Roma.
Bingung...
Kebingungan yang sudah sangat sering aku alami sejak tiba di Eropa pertama kali.
Tidak ada yang memberi arahan.
Semua sendiri.
And again, hardly found a Belgian speak English.
Tapi seperti biasa, sebingung apapun aku, sebegitu kehilangan arahnya pun aku, jauh di dalam hati entah kenapa, aku selalu yakin, aku pasti sampai di sana, di tujuanku.
Hanya soal waktu.
---
Tiba di bandara. Pesawat ke Roma masih 2 jam lagi. Masih lama pikirku.
Aku pun menaiki tangga mengikuti sebuah tanda menuju ke suatu ruangan.
Ini menyenangkan, seperti apa ya bentuknya hmm..
Begitu tiba di lantai tersebut, tiga ruangan berjejer, ruangan- ruangan yang hening.
Aku membaca baik-baik label di depan pintu.
Label 1: Christian/ Catholic Room
Label 2: Jewish Synagogue
Label 3: Musllim Prayer Room
ahhh, tidak ada bedanya dengan musholla di Indonesia, baiklah.
---
Duduk di window seat membuatku bahagia. Dari atas melihat lanskap kota Roma sesaat akan mendarat, warna kuning tua mendominasi bangunan-bangunan di bawahku.
Indah...
Mataku melihat sebuah pemandangan dengan genre kuno,
Rasanya seperti mendengar musik dengan genre klasik.
Sebuah pemandangan high class.
---
Tepat saat aku tiba di terminal dan menyalakan kembali telepon selulerku, sebuah pesan masuk, dari kakak.
"Aku tunggu di stasiun pusat ya, aku sudah disini".
Berjalan dengan kereta khusus dari bandara Aeroporto Leonardo Da Vinci ke stasiun pusat tepat saat matahari akan tenggelam. Sepanjang jalan atmosfir kuno kota Roma semakin terasa, tidak aku alihkan pandanganku dari jendela sedikit pun.
Kadang bisikan dari dalam hati keluar.
I'm in Rome, a city that is mentioned in world history subject in every school.
Unbelievably alhamdulillah.
"Hey Pia!" Teriak suara yang familiar dari arah yang aku tidak bisa tebak.
Sebuah senyum simpul dan tanda akan memberikan pelukan.
Bertemu dengan orang yang aku sangat kenal di tempat yang sangat asing, ternyata rasanya sangat aneh, walaupun semua terencana.
"Pesing bgt ini stasiun" keluhku. Roma menurunkan nilai kepuasanku terhadap benua Eropa.
"Kalau bukan karena Colosseum, aku juga gak akan kesini. Udah ayo kita makan, aku lapar".
Tidak bisa lebih setuju lagi dengan kakak.
Comments
Post a Comment