Skip to main content

Ternyata Ateis itu Takut Neraka Juga


Image source: infolited.com

--

June, rekan kerjaku yang juga kebetulan teman satu flatku adalah gadis dengan pemikiran yang menarik. Dia tidak punya keyakinan tapi sangat antusias setiap kali membicarakan tentang agama. “Aku membaca banyak hal tentang berbagai agama, sepertinya asik ya punya agama”. Celetuknya. “Iya asik, agama ada banyak, pilih aja satu” jawabku santai.

Suatu siang di kantin, kami sedang makan bareng.

June: Aku punya teman orang Bahrain, dia juga muslim dan puasa seperti kamu. Kenapa sih kalian puasa?
Aku: Perintah.
June: I know, I mean the meaning.
Aku: Melatihmu menahan diri dari godaan, kurang lebih begitu.
--

June: Aku melihat ada beberapa wanita muslim yang menggunakan hijab, dan beberapa lainnya gak, kenapa?
Aku: Hal yang sama kenapa ada umat Kristen yang gak ke gereja, atau umat Hindu yang masih makan sapi, atau beberapa dari kita yang tetap injak gas pada saat lampu merah.
--

June: Aku pernah mendengar tentang hari pembalasan, kamu bisa jelaskan lagi?
Aku: Iya benar itu ada, jadi perbuatan baik dan burukmu selama di dunia akan dihitung dan ditimbang untuk menentukan apakah balasanmu ke surga atau ke neraka.
June: Bagaimana menghitungnya?
Aku: How am I supposed to know?!
June: Terus bagaimana dengan orang-orang yang bukan muslim, kayak aku? Apakah aku akan masuk neraka?

Hening sesaat…

Aku: I’m sorry to say this June, but I’m afraid you will.
June: But that’s not fair!
Aku: ….
June: I wasn’t born Muslim, none of those in my family are Muslim.
Aku: …
June: so? Ok what about animals? Are they going to hell too, like me?
Aku: hmm.. Ok listen, animals, I honestly have no idea how they are going to end up. But in my common sense is they may just die and that’s it. Vanished.
June: Ok so what should I do to stay away from hell?
Aku: Embrace my religion, then obey its do(s) and don’t(s).
June: But how do I know your religion is the proper one because there are many others?

The ultimate question.

Aku: Menurut pandanganku, untuk mempelajari agama apapun, mulailah dengan kitab sucinya. Bukan dari mempertanyakan ritual ibadahnya, atau apa yang kamu dengar dari media.

June: Ok. Kalau begitu jelaskan tentang kitab sucimu.

Aku: Sebenarnya pengetahuanku masih terbatas, tapi untuk menyederhanakannya mungkin begini. Mudahnya kitab suciku punya 2 bagian, bagian pertama adalah yang bisa kamu buktikan kebenarannya, dan bagian kedua adalah bagian yang kamu tidak akan pernah bisa membuktikan kebenarannya di dunia.

June: Okay.

Aku: Mulailah dengan bagian yang bisa dibuktikan. Kitab suci kami turun jauh sebelum kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi di dalamnya tertulis beberapa hal tentang hukum alam seperti proses penyerbukan tanaman dengan bantuan angin, fungsi gunung, bahkan bentuk bumi yang bulat. Lalu ilmu pengetahuan mengonfirmasi hal itu berabad-abad setelahnya
.
June: OK. Lalu bagian keduanya?

Aku: Adalah bagian yang tidak bisa dibuktikan sekarang. Seperti yang aku bilang tadi, bahwa surga itu ada, neraka itu ada, Tuhan itu ada, hari pembalasan itu benar dst.

June: Terus?

Aku: Terus begini, jika kamu memiliki seorang teman yang selalu berkata benar kepadamu, dan kamu mendapati dia tidak pernah berbohong, lalu suatu hari dia memberi berita kepadamu tapi kamu tidak bisa membuktikan kebenarannya sekarang, kamu akan percaya atau tidak dengan temanmu itu? Ingat, sebelumnya dia tidak pernah berbohong.

June: well.. Aku akan pastikan dulu beritanya benar atau tidak.

Aku: No no I mean, would you believe your friend or not? Remember he always told you the truth.

June: …. *mikir*

Aku: You normally would, right?

June: Not sure. I don’t know, that’s hard to answer.

Sesaat kemudian dia melihat aku kesulitan membuka plastik sedotan. “Let me help you” tawarnya. Setelah berhasil membuka, “Aku sudah membantumu dengan ini, kamu berhutang padaku. Nanti di hari pembalasan, aku akan panggil kamu untuk bantu aku”. Sambil tertawa aku jawab “well not sure about that, I’m afraid I can’t even help myself”.

--












Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menentukan Ho dan H1?

Aku pernah berdiskusi dengan temanku Fe tentang penentuan hipotesis dalam statistik. waktu itu lagi bahas hm.. regresi linear kalo gak salah.. setelah lama ngobrol sambil aku bolak- balik catatannya dia yang super rapi itu, sampailah aku pada pertanyaan "terus yang membedakan H0 dan H1 apa dong?" sambil aku menatap bego, terus dia jawab "ya.. kalo H1 itu kan hipotesis yang (berbau) positif, dan H0 itu yang negatif" namun ada keraguan dalam nada suaranya. Karena pingin buktiin kata si Fe, akhirnya aku search2 lagi (padahal udah ngambil kelas statistik industri tapi belom paham2 juga hehehe). Karena aku gak terlalu suka buku statistik yang terlalu matematik (a.k.a gak paham), akhirnya aku cari yang isinya lebih banyak ceritanya daripada rumus, ketemulah buku "Intermediate Statistics for DUMMIES". Batinku "gue bgt nih judulnya". Eh benar, penjelasannya amazing! bukunya penuh joke jadi bacanya asyik bgt. secara singkat H0 adalah hipotesis/ asums

Expect LESS.

Aku sudah sering banget dengar kata-kata diatas "Give more, expect less" , yang kurang lebih artinya "sedikit berharap banyak memberi". tapi suatu kisah tentang Nabi Muhammad SAW, membuat kata-kata itu menjadi lebih bermakna lagi buat aku. Beliau memberi contoh bahwa kita dituntut untuk memberi lebih banyak, atau memberi dengan pemberian yang lebih baik dengan contoh yang sederhana; menjawab salam. Ceritanya singkat aja. Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa’alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa’alaika". perhatikan deh. Orang pertama: Keselamatan at

Perbedaan Confidence Level dan Significance Level dalam Statistik

"Kenapa harus 95% confidence level?" tanya Anton, mahasiswa yang duduknya selalu di baris paling belakang sayap kiri. Sebuah pertanyaan yang bahkan ahli statistik pun memilih untuk mengatakan itu sebagai nilai moderate biar tidak memusingkan mahasiswa. Pak Zaki hanya manggut menunggu usaha tim presenter untuk menjawab pertanyaan klasik tersebut. Pandu yang paling vokal diantara anggota lainnya mulai membuka suara. Aku memperhatikan sesaat jawabannya. Tidak paham. -- Brain Games sebuah acara menarik di channel National Geographic menghibur diriku sore itu. Seorang pesulap mendekati pria secara acak untuk diajak bermain. "Kau tau berapa panjang sungai Amazon?" tanya si pesulap. Pria tersebut dengan segera menggelengkan kepala. Tampak soalnya terlalu susah. "Baiklah, biar aku permudah. Sebut saja sebuah interval angka antara berapa dan berapa kilometer panjangnya" kembali si pesulap menantangnya. 1 detik... 2 detik... 3 de