Skip to main content

Cara Terbaik Menjadi Peka dengan Alam, Peduli dengan Lingkungan

Zhujiang riverside, tempat favoritku yang dekat banget dari kantor dan apartemen

Aku menyukai jalan santai sambil ngobrol ringan dengan teman satu apartemenku, Iana.
Spot favoritku untuk jalan santai adalah di sepanjang sungai Zhujiang. Suasana disini serupa dengan Marina Bay di Singapur tapi jauh lebih jelek ðŸ˜€
Percakapan kita bisa mengenai apapun, mulai dari rutinitas pekerjaan, ngobrolin kebiasaan orang Cina dan menjadikannya lelucon, sampai hal-hal yang sangat bijak yang biasanya hanya diperbincangkan oleh orang tua kepada anaknya.
Kami sama sekali jauh berbeda, hampir di setiap detail; kebiasaan, minat, kepribadian dst. Karena itu aku merasa banyak belajar dari dia. Dan mungkin 1/3 tulisanku tentang Cina akan selalu melibatkan dia sebagai inpirasi dalam tulisanku.
“Kau tahu..” katanya suatu waktu. “Penting untuk menghabiskan waktu dengan alam luar”. Aku yang sangat homy dan malas keluar rumah ini hanya mendengarkan, kali ini aku muridnya.
Kalau kita banyak menghabiskan waktu dengan alam, kita akan punya semacam koneksi dengan lingkungan sekitar. Dengan udara, dengan pohon, dengan langit, semuanya. Ketika kita menghirup udara yang kotor, kita akan kesal karenanya, kita melihat jalan yang tandus, kita bertanya kemana pohon-pohon yang rindang, atau ketika kita jalan pagi dan tidak melihat langit yang cerah melainkan hanya langit yang tertutupi polusi udara kita akan kecewa. Kalau kita jarang keluar dan tidak melihat lingkungan alam di luar sana, kita tidak akan mengalami rasa kesal itu, dan akhirnya kita cuek. Sampai itu menjadi hal yang luar biasa mengganggu barulah kita bersuara.
Buatku, dia mirip aktivis lingkungan malam itu yang sedang melakukan kampanye privat.
Lebih jauh lagi, saat kita mulai “dekat” dengan alam sekitar, kita akan lebih peka pada hal-hal kecil semacam mematikan lampu saat tidak dipakai, atau mencuci di satu waktu ketika cucian banyak untuk menghemat penggunaan listrik di mesin cuci. Kita melakukannya karena kita tahu semua itu pada gilirannya akan berdampak pada mereka; pohon, udara dst.
Tidak heran, pernah suatu malam aku terbangun untuk pipis dan menyalakan lampu ruang tengah. Kemudian aku lupa mematikannya hingga pagi. Keesokannya dia bertanya:
“kau menyalakan lampu ruang tengah semalam?”
“iya, aku pergi pipis, aku lupa matiin”
“kamu bisa tolong untuk mematikannya lain waktu? aku terganggu”
“hah? memangnya cahaya lampu ruang tengahnya sampai di kamarmu?” tanyaku heran.
“kita harus menghemat energi” lanjutnya dengan suara tidak yakin aku bisa menerima argumennya.
Aku ingin menambahkan bahwa perusahaan kami yang menanggung semua biaya apartemen termasuk utilitasnya, tapi aku tidak mengeluarkan kalimat itu karena aku tau bukan itu intinya.
Udah vir, skakmat.
“Oke maaf, aku sudah bilang aku lupa” kalimatku mengakhiri perdebatan.

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menentukan Ho dan H1?

Aku pernah berdiskusi dengan temanku Fe tentang penentuan hipotesis dalam statistik. waktu itu lagi bahas hm.. regresi linear kalo gak salah.. setelah lama ngobrol sambil aku bolak- balik catatannya dia yang super rapi itu, sampailah aku pada pertanyaan "terus yang membedakan H0 dan H1 apa dong?" sambil aku menatap bego, terus dia jawab "ya.. kalo H1 itu kan hipotesis yang (berbau) positif, dan H0 itu yang negatif" namun ada keraguan dalam nada suaranya. Karena pingin buktiin kata si Fe, akhirnya aku search2 lagi (padahal udah ngambil kelas statistik industri tapi belom paham2 juga hehehe). Karena aku gak terlalu suka buku statistik yang terlalu matematik (a.k.a gak paham), akhirnya aku cari yang isinya lebih banyak ceritanya daripada rumus, ketemulah buku "Intermediate Statistics for DUMMIES". Batinku "gue bgt nih judulnya". Eh benar, penjelasannya amazing! bukunya penuh joke jadi bacanya asyik bgt. secara singkat H0 adalah hipotesis/ asums

Expect LESS.

Aku sudah sering banget dengar kata-kata diatas "Give more, expect less" , yang kurang lebih artinya "sedikit berharap banyak memberi". tapi suatu kisah tentang Nabi Muhammad SAW, membuat kata-kata itu menjadi lebih bermakna lagi buat aku. Beliau memberi contoh bahwa kita dituntut untuk memberi lebih banyak, atau memberi dengan pemberian yang lebih baik dengan contoh yang sederhana; menjawab salam. Ceritanya singkat aja. Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa’alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa’alaika". perhatikan deh. Orang pertama: Keselamatan at

Perbedaan Confidence Level dan Significance Level dalam Statistik

"Kenapa harus 95% confidence level?" tanya Anton, mahasiswa yang duduknya selalu di baris paling belakang sayap kiri. Sebuah pertanyaan yang bahkan ahli statistik pun memilih untuk mengatakan itu sebagai nilai moderate biar tidak memusingkan mahasiswa. Pak Zaki hanya manggut menunggu usaha tim presenter untuk menjawab pertanyaan klasik tersebut. Pandu yang paling vokal diantara anggota lainnya mulai membuka suara. Aku memperhatikan sesaat jawabannya. Tidak paham. -- Brain Games sebuah acara menarik di channel National Geographic menghibur diriku sore itu. Seorang pesulap mendekati pria secara acak untuk diajak bermain. "Kau tau berapa panjang sungai Amazon?" tanya si pesulap. Pria tersebut dengan segera menggelengkan kepala. Tampak soalnya terlalu susah. "Baiklah, biar aku permudah. Sebut saja sebuah interval angka antara berapa dan berapa kilometer panjangnya" kembali si pesulap menantangnya. 1 detik... 2 detik... 3 de